My Rainbow Dreams

Just Blogger Templates

Rabu, 06 Juni 2012

Dugaan Penyimpangan Dana Investasi 

PT. Askrindo


A.    Permasalahan

Kasus ini berawal ketika Askrindo menempatkan investasi berupa repurchase agreement (repo), kontrak pengelolaan dana (KPD), obligasi, dan reksa dana di sejumlah manajer investasi dan perantara pedagang efek (broker). Berdasarkan penelusuran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), investasi melalui KPD dilakukan sejak 2005, sedangkan repo sejak 2008. Kedua praktek investasi yang terlarang bagi perusahaan asuransi itu teridentifikasi pada 2008-2010. Ketua Bapepam-LK Nurhaida mengatakan, pengusutan terhadap kasus Askrindo telah dilakukan sejak Bapepam-LK meminta perusahaan asuransi menghentikan dan melaporkan investasi melalui KPD pada 2008.
Adapun transaksi repo ditemukan berdasarkan laporan keuangan Askrindo pada 2009 yang telah diaudit. Bapepam-LK menemukan praktek menyimpang yang dilakukan Askrindo, yaitu menempatkan investasi repo, KPD, obligasi, serta reksa dana di sejumlah manajer investasi dan broker. Bapepam-LK juga menemukan KPD yang tak sesuai dengan ketentuan, di antaranya KPD dengan tiga manajer investasi, yakni PT Harvestindo Asset Management, PT Jakarta Investment, serta PT Reliance Asset Management. Lalu KPD dengan dua perusahaan bukan manajer investasi, yakni PT Batavia Prosperindo Financial Services dan PT Jakarta Securities. Dalam data Bapepam-LK, investasi yang digelontorkan di lima perusahaan investasi tersebut sebesar Rp 439 miliar.
Investasi Askrindo paling besar masuk ke Jakarta Investment sebesar Rp 173,75 miliar dengan rincian dalam bentuk repo senilai Rp 132,75 miliar dan KPD Rp 41 miliar. Selanjutnya di Harvestindo dalam bentuk repo dan KPD sebesar Rp 80 miliar, Reliance senilai Rp 93,32 miliar, Batavia dalam bentuk repo Rp 6,5 miliar, juga Jakarta Securities dalam bentuk repo sebesar Rp 20 miliar serta obligasi negara dan korporasi sebesar Rp 66,11 miliar.


B.     Analisis Masalah
PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) berupaya mengembalikan dana penyimpangan investasi secara bertahap. Perusahaan asuransi di bawah bendera BUMN ini menargetkan, kerugian sekitar Rp 435 miliar akan lunas dalam lima tahun ke depan. Direktur Keuangan, Investasi dan Teknologi Informasi PT As­krindo, Widya Kuntarto menyatakan, pihaknya telah merancang skema pengembalian dana secara bertahap. Yakni Rp 25 miliar sam­pai Rp 30 miliar pada 2012, Rp 50 miliar sampai Rp 75 miliar pada 2013, Rp 75 miliar sampai Rp 100 miliar pada 2014 dan sisa­nya hingga 2016. Saat ini, Askrindo baru bisa menarik dana Rp 5 miliar dari Jakarta Securites, satu dari lima pe­rusahaan pengelola aset manajemen dana Askrindo. Jakarta Investment dan Batavia Pros­perindo Financial Services juga su­dah mengembalikan duit, ma­sing-masing sebesar Rp 250 juta, sebagai pembayaran repo saham.
Dari sisi kinerja, tahun depan Askrindo ditargetkan memperoleh peringkat kesehatan “AA” sebagai salah satu perusahaan BUMN. Dari sisi kinerja, akhir tahun lalu Askrindo mencatatkan rugi sekitar Rp 191,2 miliar. Lantaran itu, Askrindo bakal berhati-hati memarkir dana kelolaan. Tahun depan, Askrindo mengincar dana kelolaan menembus Rp 2,2 triliun, naik 40 persen di­bandingkan akhir Oktober 2011 se­besar Rp 1,6 triliun. Ke depan, Askrindo akan mengembangkan bisnis dan tetap melaksanakan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR). Termasuk lebih selektif menutup risiko maupun menerima klaim. “Kami akan menjalin kerjasama dengan bank penyalur KUR untuk me­ning­katkan analisis dan profil bisnis,” ucapnya.

C.     Sanksi Bagi PT. Askrindo
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengancam akan memberikan sanksi kepada direktur PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) yang terlibat dugaan penyimpangan penempatan dana investasi. "Sanksi yang diberikan sesuai dengan tingkat pertanggungjawaban pihak-pihak terlibat. Koordinator Bidang Perekonomian kemarin. Sejauh ini, sudah ada satu direktur Askrindo yang dijatuhi sanksi, yakni Direktur Keuangan Zulfan Lubis. Dia diberhentikan atas rekomendasi komisaris. Kemungkinan sanksi terhadap jajaran direksi lainnya, Kementerian BUMN mengaku masih menunggu hasil pemeriksaan.


D.    Tanggapan mengenai kasus yang terjadi
kasus yang terjadi pada PT. Askrindo merupakan kasus yang besar karena melakukan praktek investasi yang terlarang yaitu dengan menempatkan investasi repo, KPD, obligasi, serta reksadana di sejumlah manajer investasi dan broker. Bapepam-LK juga menemukan KPD yang tak sesuai dengan ketentuan, di antaranya KPD dengan tiga manajer investasi dibeberapa perusahaan, namun PT. Askrindo masih mempunya kesadaran untuk mempertanggung jawabkan kasus yang terjadi yaitu dengan berupaya mengembalikan dana penyimpangan investasi secara bertahap karena erusahaan asuransi di bawah bendera BUMN ini menargetkan, kerugian sekitar Rp 435 miliar akan lunas dalam lima tahun ke depan, yakni Yakni Rp 25 miliar sampai Rp 30 miliar pada 2012, Rp 50 miliar sampai Rp 75 miliar pada 2013, Rp 75 miliar sampai Rp 100 miliar pada 2014 dan sisa­nya hingga 2016

Referensi :





Senin, 23 April 2012

PERUSAHAAN ASURANSI YANG MEMANIFULASI LAPORAN KEUANGAN


PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.


Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari segi kepentingan stakeholder adalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.
2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas
Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan.
Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika
Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:
A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.
C) Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.


Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).


Senin, 19 Maret 2012

FENOMENA IFRS

Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah Standar dasar, Pengertian dan Kerangka Kerja yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada hari ini Selasa, 23 Desember 2008 dalam rangka Ulang tahunnya ke-51 mendeklarasikan rencana Indonesia untuk convergence terhadap International Financial Reporting Standards (IFRS) dalam pengaturan standar akuntansi keuangan. Pengaturan perlakuan akuntansi yang konvergen dengan IFRS akan diterapkan untuk penyusunan laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Hal ini diputuskan setelah melalui pengkajian dan penelaahan yang mendalam dengan mempertimbangkan seluruh risiko dan manfaat konvergensi terhadap IFRS.
Compliance terhadap IFRS telah dilakukan oleh ratusan Negara di dunia diantaranya adalah Korea, India dan Canada yang akan melakukan konvergensi terhadap IFRS pada tahun 2011. Data dari International Accounting Standard Board (IASB) menunjukkan saat ini terdapat 102 negara yang telah menerapkan IFRS dengan berbagai tingkat keharusan yang berbeda-beda. Sebanyak 23 negara mengizinkan penggunaan IFRS secara sukarela, 75 negara mewajibkan penggunaan IFRS untuk seluruh perusahaan domestik, dan empat Negara mewajibkan penggunaan IFRS untuk perusahaan domestik tertentu. Compliance terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap keterbandingan laporan keuangan dan peningkatan transparansi. Melalui compliance maka laporan keuangan perusahaan Indonesia akan dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan perusahaan dari negara lain, sehingga akan sangat jelas kinerja perusahaan mana yang lebih baik. Selain itu, program konvergensi juga bermanfaat untuk mengurangi biaya modal (cost of capital), meningkatkan investasi global, dan mengurangi beban penysusunan laporan keuangan.
International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang dari berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia. Dengan telah dideklarasikannya program konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun 2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. Dewan standar akuntansi keuangan pada kesempatan ini juga akan menerbitkan Eksposur draft Standar Akuntansi Keuangan Usaha Kecil dan Menengah. Standar UKM ini akan menjadi acuan bagi usaha kecil dan menenggah dalam mencatat dan membukukan semua transaksinya. DSAK juga akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan pencatatan dan pelaporan keuangan transaksi syariah, yang terus berkembang di tanah air.Konvergensi terhadap IFRS merupakan milestone baru dari serangkaian milestone yang pernah dicapai oleh Indonesia dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam sejarah perkembangan profesi akuntansi, khususnya dalam pengembangan standar akuntansi keuangan.
Sederetan milestone sebelumnya yang terkait dengan hal tersebut dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah yang pernah diacapai sebelumnya dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”. Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan mengkondifikasikannya dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994”. Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dengan deklarasi, yang dilakukan sedini mungkin, ini kami berharap entitas memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam mengantisipasi tahap demi tahap proses konvergensi yang dilakukan oleh IAI.
IFRS dianggap sebagai kumpulan standar "dasar prinsip" yang kemudian menetapkan peraturan badan juga mendikte penerapan-penerapan tertentu.
Standar Laporan Keuangan Internasional mencakup:
• Peraturan-peraturan Standar Laporan Keuangan Internasional Internasional Financial Reporting Standards (IFRS)) -dikeluarkan setelah tahun 2001
• Peraturan-peraturan Standar Akuntansi Internasional International Accounting Standards (IAS)) -dikeluarkan sebelum tahun 2001
• Interpretasi yang berasal dari Komite Interpretasi Laporan Keuangan Internasional International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC)) -dikelularkan setelah tahun 2001
• Standing Interpretations Committee (SIC)—dikeluarkan sebelum tahun 2001
• Kerangka Kerja untuk Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements (1989))

Kerangka kerja gunan Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan menyampaikan prinsip-prinsip dasar IFRS. Kerangka kerja IASB dan FASB sedang dalam proses pembaharuan dan perangkuman. Proyek Kerangka Konseptual Gabungan bertujuan untuk memperbaharui dan merapikan konsep-konsep yang telah ada guna menggambarkan perubahan di pasar, praktek bisnis dan lingkungan ekonomi yang telah timbul dalam dua dekade atau lebih sejak konsep pertama kali dibentuk. Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan dasar guna standar akuntansi di masa mendatang yang berbasis prinsip, konsisten secara internal dan diterima secara internasional. Karena hal tersebut, (dewan) IASB dan FASB Amerika Serikat melaksanakan proyek secara bersama.

Perpindahaan GAAP ke IFRS
Selama ini, dunia mengenal beberapa standar akuntansi. Amerika Serikat, misalnya, yang skala perekonomiannya terbesar di dunia, masih memakai US GAAP (Unites Stated General Accepted Accounting Principles), juga FASB (Financial Accounting Standard Board). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB). Indonesia setelah berkiblat ke Belanda, belakangan menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke AS, dan nanti mulai 2012 beralih ke IFRS.
Munculnya IFRS tak bisa lepas dari perkembangan global, terutama yang terjadi pada pasar modal. perkembangan teknologi informasi (TI) di lingkungan pasar yang terjadi begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada banyak aspek di pasar modal, mulai dari model dan standar pelaporan keuangan, relativisme jarak dalam pergerakan modal, hingga ketersediaan jaringan informasi ke seluruh dunia.
Dengan kemajuan dan kecanggihan TI pasar modal jutaan atau bahkan miliaran investasi dapat dengan mudah masuk ke lantai pasar modal di seluruh penjuru dunia. Pergerakan mereka tak bisa dihalangi teritori negara. Perkembangan yang mengglobal seperti ini dengan sendirinya menuntut adanya satu standar akuntansi yang dibutuhkan baik oleh pasar modal atau lembaga yang memiliki agency problem.
Di tiap kawasan, penyusunan standar akuntansi selalu melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang. Di AS, misalnya, pada awalnya standar akuntansi ditentukan oleh masing-masing manajemen perusahaan dengan pertimbangan yang membutuhkan standar tersebut memang pihak manajemen. Era berganti, standar kemudian ditentukan kalangan profesi yang tergabung dalam asosiasi. Pertimbangannya, pihak profesilah yang bertugas menyusun dan mengaudit laporan keuangan. Barulah, yang mutakhir, yang diacu adalah US GAAP yang dibuat oleh FASB. Saat ini, terdapat dua kekuatan besar di bidang standar akuntansi, yaitu US-GAAP dan IFRS yang sebelumnya dikenal sebagai International Accounting Standard Committee (IASC).
IASC dibentuk pada 1973 oleh badan-badan atau asosiasi-asosiasi profesi dari negara-negara Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda, dan Inggris. Komite ini kemudian menyepakati standar akuntansi internasional yang dikenal sebagai IAS. Inilah yang menjadi cikal bakal munculnya IFRS. Agency Problem adalah masalah jarak antara Principle dan agent yang dalam relasi membutuhkan jembatan antara pemilik dan buruh atau pekerja yang disebut agency relation, yaitu informasi. Informasi adalah berupa laporan tentang aset, resources, dan lainnya yang berhubungan dengan keadaan perusahaan yang dibuat oleh agent dan diserahkan kepada principles (pemilik). Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga hubungan baik antara principles dan agent disebut agency cost. Fenomena inilah yang kemudian mendorong International Accounting Standard Boards (IASC) melakukan percepatan harmonisasi standar akuntansi internasional melalui apa yang disebut IFRS.
Sejarahnya pun cukup panjang dan berliku. Pada 1982, International Financial Accounting Standard (IFAC) mendorong IASC sebagai standar akuntansi global. Hal yang sama dilakukan Federasi Akuntan Eropa pada 1989. Pada 1995, negara-negara Uni Eropa menandatangani kesepakatan untuk menggunakan IAS. Setahun kemudian, US-SEC (Badan Pengawas Pasar Modal AS) berinisiatif untuk mulai mengikuti GAS. Pada 1998 jumlah anggota IFAC/IASC mencapai 140 badan/asosiasi yang tersebar di 101 negara. Akhirnya, pertemuan menteri keuangan negara-negara yang tergabung dalam G-7 dan Dana Moneter Internasional pada 1999 menyepakati dilakukannya penguatan struktur keuangan dunia melalui IAS. Pada 2001, dibentuk IASB sebagai IASC. Tujuannya untuk melakukan konvergensi ke GAS dengan kualitas yang meliputi prinsip-prinsip laporan keuangan dengan standar tunggal yang transparan, bisa dipertanggung jawabkan, comparable, dan berguna bagi pasar modal. Pada 2001, IASC, IASB dan SIC mengadopsi IASB. Pada 2002, FASB dan IASB sepakat untuk melakukan konvergensi standar akuntansi US GAAP dan IFRS. Langkah itu untuk menjadikan kedua standar tersebut menjadi compatible.
Memang, hingga saat ini IFRS belum menjadi one global accounting standard. Namun standar ini telah digunakan oleh lebih dari 150-an negara, termasuk Jepang, China, Kanada dan 27 negara Uni Eropa. Sedikitnya, 85 dari negara-negara tersebut telah mewajibkan laporan keuangan mereka menggunakan IFRS untuk semua perusahaan domestik atau perusahaan yang tercatat (listed). Bagi Perusahaan yang go international atau yang memiliki partner dari Uni Eropa, Australia, Russia dan beberapa negara di Timur Tengah memang tidak ada pilihan lain selain menerapkan IFRS.
Proses yang panjang tersebut akhirnya menjadi apa yang disebut IFRS, yang merupakan suatu tata cara bagaimana perusahaan menyusun laporan keuangannya berdasarkan standar yang bisa diterima secara global. Jika sebuah negara beralih ke IFRS, artinya negara tersebut sedang mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat perusahaan (bisnis) bisa dimengerti oleh pasar dunia. Namun, beralih ke IFRS bukanlah sekedar pekerjaan mengganti angka-angka di laporan keuangan, tetapi mungkin akan mengubah pola pikir dan cara semua elemen di dalam perusahaan.
Perbedaan Kerangka Konseptual USGAAP dan IFRS
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana yang diadopsi dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual berdasarkan USGAAP. Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS) kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau kita harus merubah mindset kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.
Ada beberapa perbedaan dasar antara kedua standar tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang tubuh kerangka konseptual tersebut masih sama, yaitu level
• tujuan laporan keuangan, level
• karakteristik kualitatif dan element laporan keuangan, dan level
• Asumsi dasar, Prinsip dan kendala.

Referensi :

http://beritadaerah.com/berita/jawa/57233

http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=19

http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Pelaporan_Keuangan_Internasional

http://akuntansibisnis.wordpress.com/2011/04/07/perbedaan-kerangka-konseptual-usgaap-dan-ifrs/